top of page

Laporan Kasus Terapi Methylprednisolone Intravena pada Neuritis Optik



Laporan Kasus Terapi Methylprednisolone Intravena pada Neuritis Optik

Sumber: Medicinus Vol. 36 ISSUE 3, DECEMBER 2023

Franz Zakharia Simanjuntak

Rumah Sakit Premier Bintaro


ABSTRAK

Latar belakang: Neuritis optik ditandai dengan penurunan fungsi penglihatan secara unilateral disertai dengan nyeri. Kondisi ini umumnya terjadi pada usia dewasa muda dan sebagian besar terjadi pada usia 15-45 tahun, dengan penyebab utama yang belum dapat diketahui secara pasti hingga saat ini. Kasus: Seorang wanita berumur 40 tahun datang dengan keluhan mata kiri dirasakan buram selama 2 minggu dan semakin memburuk. Keluhan yang sama tidak dirasakan pada mata kanan. Selain itu, mata kiri terasa berat sehingga pasien lebih nyaman jika menutup matanya. Sebelumnya pasien belum pernah memeriksakan diri untuk keluhan mata buram. Tidak ada riwayat trauma. Pasien belum lama menjalani perawatan di rumah sakit dengan diagnosis demam berdarah 3 minggu sebelumnya, dengan obat yang dikonsumsi hanya tablet pantoprazole 20 mg dan Lesichol 600 mg. Demam, riwayat hipertensi, dan diabetes disangkal. Diskusi: Neuritis optik terutama terjadi pada dewasa muda dan sering berperan sebagai manifestasi awal penyakit multiple sclerosis (MS). Diperlukan ketepatan diagnosis dan terapi untuk mengoptimalkan fungsi penglihatan.

Kata kunci: neuritis optik, saraf optik, tajam penglihatan


ABSTRACT

Background: Optic neuritis is characterized by a unilateral decrease in visual function and is accompanied by pain. This condition commonly occurs in young adults and mostly affects the ages of 15 to 45 years with unknown exact cause. Case: A 40-year-old woman came with chief complaint worsening blurry left eye that have been felt for 2 weeks. Similar symptom was not felt in the right eye. In addition, the left eye feels heavy so that the patient is more comfortable having her eyes closed. Patient has never consulted to physician regarding her blurry eyes before. No history of trauma. Patient was hospitalized with dengue fever 3 weeks prior to the consultation, medication consumed were pantoprazole tablet 20 mg and Lesichol 600 mg. Fever, history of diabetes and hypertension, were denied. Discussion: Optic neuritis mainly occurs in young adults and often serves as an early manifestation of multiple sclerosis (MS). Accurate diagnosis of optic neuritis followed by proper treatment is critical for limiting vision loss.

Keywords: optic neuritis, optic nerve, visual acuity


PENDAHULUAN

Neuritis optik adalah suatu kondisi peradangan/inflamasi dari saraf optik yang menyebabkan penderitanya mengalami penurunan fungsi penglihatan secara unilateral dan umumnya disertai keluhan nyeri.1,2 Gejala yang sering ditemukan adalah penurunan penglihatan warna, sensitivitas kontras, stereopsis, dan lapang pandang.3

Neuritis optik banyak terjadi pada usia dewasa muda dan sering menjadi manifestasi awal penyakit multiple sclerosis (MS).

Sebagian besar kasusnya ditemukan pada usia 15–45 tahun dan lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria dengan rasio 3:1.1,3

Penyebab utama neuritis optik belum dapat diketahui secara pasti, namun dapat disebabkan oleh proses demielinasi seperti yang terjadi pada neuromielitis optik (NMO), penyakit autoimun (sarkoidosis dan systemic lupus erythematosus/ SLE), penyakit infeksi (sifilis dan tuberkulosis), serta peradangan (sinusitis), dan respons imun pascavaksinasi (vaksin cacar dan vaksin rubella).1,5,6,7,8

Standar baku untuk tata laksana neuritis optik menurut Optic Neuritis Treatment Trial (ONTT) berupa pemberian methylprednisolone intravena 4x250 mg selama 3 hari, dilanjutkan dengan methylprednisolone per oral 1 mg/kgBB/hari selama 11 hari.1 Banyak penelitian menunjukkan bahwa terapi dengan methylprednisolone intravena dapat mempercepat pemulihan penglihatan serta menunda progresivitas penyakit untuk berkembang menjadi multiple sclerosis hingga dua tahun.3


KASUS

Seorang wanita berumur 40 tahun datang dengan keluhan mata kiri dirasakan buram selama 2 minggu dan semakin memburuk. Keluhan yang sama tidak dirasakan pada mata kanan. Selain itu, mata kiri terasa berat sehingga pasien lebih nyaman jika menutup matanya. Sebelumnya pasien belum pernah memeriksakan diri untuk keluhan mata buram. Tidak ada riwayat trauma. Pasien belum lama menjalani perawatan di rumah sakit dengan diagnosis demam berdarah 3 minggu sebelumnya, dengan obat yang dikonsumsi hanya tablet pantoprazole 20 mg dan Lesichol 600 mg. Demam, riwayat hipertensi, dan diabetes disangkal.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan:

  • Kesadaran: compos mentis

  • Kesan sakit: sakit sedang

  • Berat badan: 64 kg

  • Tinggi badan: 158 cm

  • BMI: 25.64

  • Kesan gizi: baik

Tanda vital

  • Tekanan darah: 132/71 mmHg Nadi : 74x/menit

  • Pernapasan: 20x/menit

  • Suhu: 36,3ºC

Pemeriksaan fisik generalis

  • Kepala: rambut hitam bercampur putih, distribusi merata, tidak mudah rontok Mulut : lidah normal, sianosis (-)

  • THT: sekret -/-, mukosa tidak hiperemis

  • Leher: Kelenjar getah bening (KGB) dan kelenjar tiroid tidak teraba   membesar

Toraks

  • Cor: S1-S2 murni, reguler, murmur (-), gallop (-)

  • Pulmo: suara napas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-

  • Abdomen: membesar, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien tidak teraba membesar, bising

  • Usus (+) normal, turgor kulit baik

  • Ekstremitas : Akral hangat, edema tungkai +/+

Tabel 1. Rangkuman Analisis SOAP Selama Perawatan


DISKUSI

Pada kasus ini, pasien mengeluhkan mata kiri dirasakan buram sejak 2 minggu lalu, dan semakin memburuk. Diagnosis neuritis optik dilakukan secara klinis, pada orang dewasa biasanya ditandai dengan penurunan tajam penglihatan monokular progresif selama beberapa jam sampai beberapa hari, dan sering disertai nyeri mata yang memburuk pada gerakan mata. Tajam penglihatan dapat berkisar dari 20/20 dengan gangguan penglihatan ringan sampai dengan tidak adanya persepsi cahaya (no light perception/NLP).4,9,10,11,12

Pada pemeriksaan tajam penglihatan didapatkan visus mata kiri 1/60, dari pemeriksaan pupil didapatkan relative afferent pupillary defect (RAPD) positif. Sedangkan pada pemeriksaan funduskopi terlihat batas fundus tidak tegak dan cup disc ratio 9 CDR 0 belum bisa diukur.

Setelah diagnosis ditegakkan, pasien diberikan terapi dengan methylprednisolone 4x250 mg intravena selama tiga hari. Kadar gula darah setelah pemberian methylprednisolone dipantau dan jika didapatkan kadar gula yang tinggi, pasien akan dikonsultasikan dengan dokter penyakit dalam. Terjadi perbaikan fungsi penglihatan pasien setelah perawatan. Prognosis menunjukkan hasil yang baik dengan terapi methylprednisolone intravena selama 3 hari.


RINGKASAN

Dilaporkan satu kasus neuritis optik pada seorang wanita berumur 40 tahun dengan keluhan mata kiri dirasakan buram selama 2 minggu dan semakin memburuk. Keluhan yang sama tidak dirasakan pada mata kanan. Selain itu, mata kiri terasa berat sehingga pasien lebih nyaman jika menutup matanya. Tidak ada riwayat trauma. Diagnosis ditegakkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang. Terapi yang berikan kepada pasien berupa methylprednisolone intravena selama 3 hari. Hasil yang didapat penglihatan pasien mengalami perbaikan setelah perawatan.

 

DAFTAR PUSTAKA

  1. Abrishami M, Mousavi M, Khorasani AA. Visual Function Following Treatment of Optic Neuritis. IRCMJ 2009;11(2):184-7.

  2. Plant GT, Sibtain NA, Thomas D. Hyperacute Corticosteroid Treatment of Optic Neuritis at the Onset of Pain May Prevent Visual Loss: A Case Series. Multiple Sclerosis International 2011;10:1155.

  3. Hoorbakht H, Bagherkashi F. Optic Neuritis, its Differential Diagnosis and Management. The Open Ophthalmology Journal 2012;6:65-72.

  4. Menon V, Saxena R, Misra R, Phuljhele S. Management of optic neuritis. Indian JOphthalmol 2011;59:117-22.

  5. Mittal A, Mittal S, Bharati MJ, et al. Optic Neuritis Associated With Chikungunya Virus Infection in South India. Arch Ophthalmol. 2007;125(10):1381-6.

  6. Jaafar J, Wan Hitam WH, Mohd Noor RA. Bilateral atypical optic neuritis associated with tuberculosis in an immunocompromised patient. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine 2012;586-8.

  7. Erguven M, Guven S, Akyuz U. Optic Neuritis Following Hepatitis B Vaccination in a 9-year-old Girl. J Chin Med Assoc, 2009;72(11):594-6.

  8. Rubinov A, Beiran I, Krasnitz I, Miller B. Bilateral Optic Neuritis after Inactivated Influenza Vaccination. IMAJ 2012;14:705-6.

  9. American Academy of Ophthalmology. Basic and clinical science course. Bagian 5. Neuro-ophthalmology. San Fransisco: The Foundation of AAO;2011-2012.

  10. Kennedy C MD, Frank D, Carrol MD. Optic Neuritis in Children. AMA Arch Ophthalmol. 2009;747-55.

  11. Wray SH. Optic Neuritis: Guidelines, Special Report. Current Opinion in Neurology. 1995;8:72-6.

  12. Dutt M, Tabuena P, Ventura E, Rostami A, et al. Timing of Corticosteroid Therapy Is Critical to Prevent Retinal Ganglion Cell Loss in Experimental Optic Neuritis. 2010;51(3):1439-45.

  13. Ozdamar Y, Acaroglu G, Illian B, Ozkan S, et al. Short term outcomes of the use of high dose intravenous methylprednisolone for acute optic neuritis in a central Anatolian population. Turk J Med Sci. 2009;39(6):901- 7.

  14. Henderson PD, Altmann DR, Trip AS, Kallis C, et al. A serial study of retinal changes following optic neuritis with sample size estimates for acute neuroprotection trials. Brain 2010;133:2592-602.

bottom of page