top of page

Potential Implication of Treatment for Alzheimer’s Disease: Current and Future


Potential Implication of Treatment for Alzheimer’s Disease: Current and Future Sumber: Medicinus Vol. 36 ISSUE 1, APRIL 2023 Jan S. Purba Department of Neurology, Faculty of Medicine, University of Indonesia/Dr. Cipto Mangunkusumo National Central Public Hospital, Jakarta.

Abstrak Penyakit Alzheimer (AD) adalah penyakit neurodegeneratif yang progresif, penyebab mayoritas kasus demensia, yang ditandai dengan kelainan struktural anatomi otak. Penderita AD kehilangan siklus normal aktivitas sehari-hari, yang secara bertahap akan memperburuk ingatan dan keterampilan berkomunikasi, sering pula disertai dengan gangguan penglihatan, yang berlanjut ke arah kondisi disabilitas. Karakteristik patologis otak penderita AD adalah terjadinya plak β-amyloid (Aβ) dan terbentuknya neurofibrillary tangles. Terapi yang ada hingga saat ini hanya menargetkan untuk membantu menurunkan gejala dengan menggunakan berbagai obat dan psikoterapi, akan tetapi tidak menyembuhkan penyakit. Beberapa obat kimiawi yang dikembangkan untuk aplikasi klinis sejauh ini hanya mencapai efek terapeutik untuk tujuan pencegahan. Pengobatan tradisional herbal selama ribuan tahun telah mengumpulkan banyak pengalaman dalam terapi demensia. Studi farmakologi modern mengonfirmasi efek terapeutik dari banyak komponen aktif obat herbal. Efek terapeutik dari obat herbal ini dinilai sangat potensial untuk berbagai penyakit, termasuk gangguan neurodegeneratif. Kata kunci: penyakit Alzheimer, β-amyloid, neurofibrillary tangles, gangguan visual, proses inflamasi, pengobatan herbal.

Abstract Alzheimer’s disease (AD) is a long-term and progressive neurodegenerative disorder, characterized by both structural abnormalities and inflammation in the brain. Patients suffering from AD lose their ability to perform daily activities, gradually worsens cognitive function and communicating skills, often accompanied by visual disturbances, eventually leads to disability. Pathologic characteristics of AD are β-amyloid (Aβ) plaque and neurofibrillary tangles. Current therapy available only targets to reduce symptoms using various drugs and psychotherapy, but do not cure the disease itself. Unfortunately, few chemical drugs designed for clinical applications have only reached the expected preventive therapeutic effect, with some safety concerns. Traditional herbal medicine has accumulated many experiences in the treatment of dementia during thousands of years and modern pharmacological studies have confirmed the therapeutic effects of many active components derived from herbal medicines. Recently, herbal medicine is shown to be a potential approach for various diseases, including neurodegenerative disorders. Keywords: Alzheimer’s disease, β-amyloid, neurofibrillary tangles, visual disturbances, inflammation, herbal medicine.

Pendahuluan Penyakit Alzheimer (AD) adalah penyakit neurodegeneratif yang terkait dengan berbagai gangguan seperti gangguan berbahasa, gangguan fungsi eksekutif, atensi, dengan penurunan fungsi kognitif dan fungsi visuospasial yang progresif.1 Penyakit ini pertama kali ditemukan pada tahun 1901 pada seorang pasien wanita yang berumur 51 tahun oleh Alois Alzheimer, seorang psikiater Jerman. Kondisi pasien ini disebutkan oleh Alzheimer sebagai “gangguan menulis amnestik” dengan kelainan psikososial pasien, termasuk afasia dan gangguan memori.2 Gangguan fungsi kognitif sebenarnya merupakan bagian dari proses penuaan. Untuk membedakannya dengan AD harus melalui serangkaian anamnesis terhadap pasien beserta informasi dari anggota keluarga. Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan kognitif dengan menggunakan Mini-Mental State Examination (MMSE) dan pemeriksaan penunjang lainnya. Petersen et al. (1999) menemukan dalam studinya bahwa terdapat tahap transisi antara demensia pada kelompok usia lanjut dengan demensia tipe AD.3 Tahap transisi ini disebut gangguan kognitif ringan/mild cognitive impairment (MCI). Pada penderita MCI, ditemukan adanya penurunan fungsi kognitif yang tidak ditemukan pada orang lain dengan usia yang sama. Aktivitas sehari-hari pada kasus MCI masih dapat dijalankan dengan relatif normal meski keluhan ingatan sudah mulai muncul. Pada proses penuaan normal keluhan demensia dapat bertambah parah sekitar 1-2% dalam waktu 1 tahun.3,4 Sekitar 10-15% penderita MCI tipe amnestik dapat berlanjut ke stadium berikutnya yaitu stadium prodromal AD. Tahap prodromal adalah bentuk paling awal dari AD ketika ingatan mulai memburuk namun seseorang tetap mandiri secara fungsional. Pada umumnya, seseorang yang menderita MCI juga memiliki tes biomarker positif. Tes biomarker dapat berupa identifikasi protein yang diukur dalam cairan sumsum tulang belakang/cerebrospinal fluid (CSF) atau jenis pemindaian baru dengan positron emission tomography (PET) scan, yang dapat mendeteksi protein amyloid (Aβ) yang terakumulasi di otak. Penderita AD dengan stadium prodromal dalam kurun waktu 3 tahun dapat meningkat menjadi 20% dan dapat terus mencapai sekitar 50% dalam 5 tahun berikutnya.3,5 Gangguan neuropsikiatri yang muncul pada MCI berkisar antara 43-59%, di mana gejala yang sama juga bisa muncul pada penderita stadium awal AD.4,6,7,8

Gejala menonjol lain yang sering ditemukan pada kasus AD adalah gangguan penglihatan. Gangguan ini muncul akibat proses patologi lokal di daerah parieto-occipital dan dapat memengaruhi jalur korteks visual. Keadaan ini dapat mengakibatkan berbagai perubahan dan masalah visual sehingga sering disebut sebagai visual variant of Alzheimer’s disease (VVAD).9 Defisit fungsi visual sangat memengaruhi fungsi dan kualitas hidup sehari-hari serta dapat menjelaskan peningkatan risiko jatuh serta patah tulang pada pasien AD. Akan tetapi, seberapa dini disfungsi penglihatan terjadi pada AD masih menjadi bahan diskusi.

Epidemiologi Studi epidemiologi di sejumlah negara di Asia pada tahun 1998 menemukan bahwa sekitar 24,3 juta orang menderita demensia, di mana wanita memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan pria.10 Jumlah penderita ini terus meningkat sehingga pada tahun 2015 Alzheimer’s Disease International memperkirakan jumlah penderita AD di seluruh dunia mencapai 46,8 juta, dengan beban pembiayaan global sekitar US$ 818 miliar.11 Sejalan dengan peningkatan angka harapan hidup di berbagai negara di dunia, jumlah pasien AD diperkirakan meningkat empat kali lipat pada tahun 2050, hingga mencapai 115 juta pasien AD.12,13,14

Etiologi Etiologi mutlak dari AD belum diketahui secara pasti, namun sejumlah penelitian yang dilakukan, baik secara epidemiologis maupun biologis, menunjukkan bahwa AD diduga disebabkan oleh penyebab multifaktorial, antara lain proses penuaan, pengaruh paparan zat toksik seperti alumunium, logam berat, hiper - dan/atau hipotiroid, diabetes, autoimun, serta proses peradangan berupa akumulasi protein Aβ.15,16 Selain itu, paparan radikal bebas, riwayat trauma kepala, stres berkepanjangan, serta depresi berat juga diduga menjadi pemicu terjadinya penyakit ini.17 Kelainan genetik yang berhubungan dengan kelainan pada kromosom 14, 19, dan 21 sering dikaitkan sebagai penyebab AD.18,19 Varian E4 dari gen apolipoprotein (ApoE) pada kromosom 19 diidentifikasi sebagai gen yang rentan terhadap penyakit Alzheimer onset lambat, yang cenderung menurun pada usia saat onset penyakit.20 Walaupun demikian, secara umum patogenesis langsung dari AD belum ditemukan oleh para peneliti. Mengenai onset pada usia tertentu, ditemukan bahwa pasien onset dengan usia yang lebih tua memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan onset pada mereka yang berusia muda.21

Imaging Pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI) otak pasien Alzheimer menunjukkan adanya atrofi berupa pelebaran sulkus dan ventrikel serta penipisan gyrus yang mengakibatkan penurunan berat otak. Besar kecilnya atrofi otak berkorelasi dengan perkembangan neuropatologis dan tingkat gangguan kognitif.23,24,25 Penurunan berat otak ini bisa mencapai lebih dari 35%.

Histopatologi biomarker dan neuroinflamasi Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan akumulasi protein Aβ ekstraseluler, neurofibrillary tangles (NTF) di hippocampus yang dapat merusak neuron seperti neuron kolinergik di nucleus basalis of Meynert (NBM) sebagai penghasil neurotransmitter acetylcholine yang mengakibatkan gangguan memori. 26,27,28,29 Otak manusia berfungsi melalui isolasi imunologi sawar darah otak/blood brain barrier (BBB), yang terutama bertujuan untuk membatasi akses produk turunan darah ke SSP. Pada individu sehat, BBB membatasi masuknya Aβ ke dalam SSP dari serum. Perubahan struktural pada AD berupa ditemukannya Aβ di SSP akibat hilangnya fungsi BBB.30 Dengan kata lain terjadi penumpukan plak protein Aβ di jaringan otak yang dapat disebabkan oleh gangguan sekresi Aβ yang diproduksi neuron disertai gangguan peredaran darah akibat abnormalitas fungsi BBB.31 Sementara itu, pembentukan Aβ yang berlebihan dapat juga disebabkan oleh mutasi genetik peptida amyloid yang berasal dari amyloid precursor protein (APP).32,33 Peningkatan produksi Aβ dapat menjadi faktor stimulus untuk proses inflamasi pada AD.31 Pada dasarnya Aβ merupakan kumpulan protein endogen di dalam neuron dan disekresikan sebagai produk metabolisme neuron. Secara fisiologis, Aβ sebagai kelompok protein neuromodulator lainnya penting untuk menjamin fungsi otak dalam mentransfer informasi antarneuron sinaptik, misalnya dalam proses belajar dan memori.34 Hal ini terbukti dari data penelitian yang menunjukkan bahwa sekresi Aβ menghasilkan aktivitas sinaptik yang meningkat. Hal ini juga teramati saat produksi Aβ dihambat atau dihilangkan, misalnya melalui pemberian obat anti-Aβ, maka komunikasi antarneuron akan terganggu.34 Pembentukan plak amyloid di otak diperkirakan sudah dimulai sebelum onset demensia, dan prosesnya melibatkan profil lipid low-density lipoprotein (LDL), ApoEe4, Aβ yang dapat diperiksa dalam plasma, darah, cairan mata, dan potongan mata. Pada orang sehat, tingkat sekresi Aβ diatur melalui proses umpan balik. Oleh karena itu salah satu kemungkinan yang terjadi pada pasien Alzheimer adalah gangguan reaksi umpan balik sehingga produksi Aβ berlangsung tanpa adanya hambatan yang menyebabkan penumpukan plak amyloid. Penumpukan plak amyloid oleh sistem imun dalam hal ini mikroglia dipandang sebagai racun.35,36 Mikroglia adalah bagian dari sistem kekebalan di sistem saraf pusat, memainkan peran yang mirip dengan makrofag.35 Pada otak yang sehat, mikroglia dalam keadaan istirahat dan menjadi aktif jika terjadi infeksi atau kerusakan jaringan saraf.35,37,38 Mikroglia juga memiliki kemampuan untuk mensekresikan reactive oxygen species (ROS), nitric oxide (NO), interleukin-1-beta (IL-1β), dan fungsi tumor necrosis factor-alpha (TNFα) dalam menghadapi masuknya objek patogen ke dalam otak. Namun zat tersebut juga dapat bersifat neurotoksik dan menyebabkan kerusakan neuron seperti pembentukan plak, yang juga berperan sebagai pemicu reaksi imunologi yang kemudian mengaktifkan kembali mikroglia. Aktivasi ini sebenarnya diperlukan untuk membersihkan akumulasi Aβ melalui proses fagositik menggunakan toll-like receptor 4 (TLR4).39

Sejumlah studi epidemiologi menunjukkan bahwa pasien yang menggunakan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) memiliki risiko AD yang lebih rendah, namun, uji klinik terapi dengan antiinflamasi belum menunjukkan efektivitas, dan dalam beberapa tahun terakhir, konsep terapi imun telah menjadi pilihan pengobatan karena penelitian pada hewan dan uji klinik dengan vaksin Aβ telah menunjukkan peningkatan penghilangan amyloid melalui stimulasi fagositosis mikroglial.40

Neuropatologi dan gangguan penglihatan Selain gangguan kognitif dan memori, pada penderita AD juga sering ditemukan gangguan fungsi penglihatan. Gangguan penglihatan ini sering dijumpai berupa penurunan ketajaman penglihatan, gangguan persepsi benda tiga dimensi, dan gangguan persepsi gerak.41,42,43 Gangguan ini diduga terjadi akibat proses patologi lokal di daerah parieto-occipital yang sering disebut sebagai visual variant of Alzheimer’s disease (VVAD).9 Pemeriksaan neuro-oftalmologis oleh Rizzo et al. (1992) menemukan bahwa gangguan penglihatan pada AD didominasi oleh proses patologis pada korteks dibanding dengan gangguan pada retina atau nervus opticus.44 Armstrong (1996) menemukan bahwa pada pasien AD, kepadatan spesifik plak dan tangles di area korteks visual primer (gyrus lingual dan cuneus) menunjukkan bahwa kepadatan plak dan NFT di gyrus cuneal lebih tinggi daripada di gyrus lingual.45,46 Goldstein et al. (2003) mengidentifikasi akumulasi Aβ pada katarak lensa supranuklear merupakan tanda awal patologi AD.47,48,49,50

Pemeriksaan klinis dan biokimia menunjukkan bahwa terdapat kesamaan pada katarak dengan AD dalam hal etiologi dan mekanisme perkembangan penyakit. Penderita AD selain menderita glaukoma juga sering menunjukkan degenerasi saraf optik dan kehilangan sel pada ganglia retina.51,52 Pada fase awal AD ditemukan kehilangan karakter lapisan jaringan saraf retina dan penyempitan pembuluh darah yang diduga menyebabkan penurunan aliran darah dari retina ke vena.48 Wostyn et al. (2009) menemukan penurunan tekanan cairan serebrospinal (cerebrospinal fluid pressure/CSFP) pada translaminar cribrosa yang dapat mencapai sekitar 33% lebih rendah dari normal. Terdapat dugaan bahwa penurunan CSFP pada AD meningkatkan peluang terjadinya glaukoma.52

Terapi umum penyakit alzheimer Hingga saat ini, upaya pengembangan obat spesifik target belum berhasil. Sifat AD yang progresif dan destruktif membutuhkan terapi terobosan untuk memenuhi kebutuhan pasien yang tidak terpenuhi.

Terapi nonfarmakologis Pendekatan nonfarmakologis pada kasus AD bertujuan untuk membantu mempertahankan atau meningkatkan fungsi kognitif dengan meningkatkan aktivitas sehari-hari seperti melakukan pekerjaan ringan. Hal ini dapat memperbaiki gejala perilaku seperti gangguan tidur, stres, dan depresi.53

Terapi farmakologis Berdasarkan pedoman pengobatan AD yang berlaku saat ini, untuk meningkatkan kemampuan kognitif, pasien yang didiagnosis dengan AD diobati dengan penghambat acetylcholinesterase (donepezil, rivastigmine, atau galantamine). Selain itu, memantine (antagonis reseptor NMDA), menjadi pilihan pengobatan tambahan untuk pasien AD yang terkena dampak lebih parah. Obat-obatan ini dinilai dengan parameter psikometrik yang berbeda telah terbukti memiliki efek memperlambat progresivitas penyakit, walaupun diakui secara luas bahwa efektivitasnya masih terbatas.54,55

Terapi herbal Telah diketahui bahwa agregasi Aβ ke dalam plak amyloid fibrils merupakan peristiwa patologis utama dalam perkembangan AD. Amyloid-beta memainkan peran penting dengan menginduksi aktivasi mikroglia. Setelah diaktifkan, sel-sel mikroglial mendorong pelepasan spesies reaktif dan cytokines yang diketahui dapat meningkatkan respons imun pada otak penderita AD.56 Diketahui bahwa masuk dan keluarnya zat dari sirkulasi perifer ke jaringan otak bergantung pada BBB. Salah satu tantangan dalam pengembangan fitofarmaka sebagai obat AD adalah kemampuan molekul tersebut untuk melewati BBB.30,57 Fitokimia adalah molekul kimia yang terkandung dalam tanaman yang biasanya diproses untuk tujuan terapi. Fitokimia dan obat-obatan herbal lainnya berguna dalam mencegah atau mengobati banyak penyakit neurodegeneratif, terutama penyakit Alzheimer.58 Fitokimia memengaruhi fungsi berbagai reseptor untuk stimulasi neurotransmitter dan/ atau inhibitor di otak, dengan demikian dapat mempertahankan atau mengubah keseimbangan kimiawi otak.59 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa obat tradisional mengandung banyak alkaloid potensial, yang dapat menangkal stres oksidatif pada sistem saraf dan bertindak sebagai agen antiinflamasi pada otak yang menua.60 Disebutkan bahwa beberapa monomer yang diekstraksi dari obat-obatan herbal Tiongkok dapat melewati BBB dan memberikan efek terapeutik langsung di otak. Fitofarmaka yang tidak bisa melewati BBB dan mungkin bertindak sebagai bahan obat, dapat dipotong menjadi molekul yang lebih kecil oleh enzim yang selanjutnya dapat melewati BBB.61 Studi lain juga menemukan bahwa beberapa monomer yang diekstrak dari Salviae milttiorhizae radix (Danshen) dapat melintasi BBB. Tanshinone IIA dapat dideteksi dalam darah di otak dalam waktu 5 menit setelah injeksi intraperitoneal pada tikus, yang menunjukkan bahwa zat ini dapat melintasi BBB langsung pada tikus.62 Danshensu, monomer lain yang diekstrak dari Danshen, kemudian diberikan secara intravena juga dapat melintasi BBB tikus Sprague Dawley dan mencapai tingkat yang relatif tinggi dalam 15 menit di otak.65

Seperti diketahui bahwa deposit Aβ merupakan mekanisme patologis utama pada AD, dan karena itu deplesi Aβ dapat menjadi terapi yang bermanfaat untuk dikembangkan. Salah satu jenis cysteine protease dari superfamili papain yang mampu mendegradasi peptida dan protein adalah cathepsin B. Cathepsin B dapat masuk ke sistem endolysosomal melalui endositosis atau fagositosis. Hook et al. dan Mueller-Stein et al. melaporkan bahwa cathepsin B ekstraseluler dikaitkan dengan plak amyloid, dan sama-sama berlokasi dengan Aβ dalam vesikel sekretorik sel chromaffin otak.66,67 Cathepsin B dapat mengurangi produksi Aβ dengan membatasi aktivitas proteolisis ekstraseluler sehingga dapat diklasifikasikan sebagai kandidat terapi untuk AD.67 Jenis obat herbal lainnya adalah glutathione yang berfungsi sebagai antioksidan terhadap neuron yang bereaksi dengan spesies oksigen reaktif (reactive oxygen species/ROS) dan membentuk glutathione disulphide.68 Vitamin E sebagai antioksidan endogen lain dengan kadar tinggi dapat melindungi proses peroksidasi lipid, telah terbukti mengurangi risiko AD.69 Vitamin C adalah antioksidan yang larut dalam air yang diperlukan untuk mengaktifkan kembali vitamin E. Meskipun vitamin C dan E telah digunakan dalam aplikasi klinis untuk mencegah AD tetapi belum menunjukkan efek terapeutik yang jelas.68

Amyloid β berperan penting dalam AD dengan menginduksi mikroglia untuk meningkatkan respons imun di otak penderita AD. Oleh karena itu, obat-obatan yang dapat berfungsi sebagai pengatur negatif aktivasi mikroglia dianggap sebagai kandidat terapeutik yang potensial untuk AD. Curcumin, pigmen kuning utama dalam kunyit (Curcuma longa), juga mempunyai sifat antiinflamasi.70 Beberapa penelitian menunjukkan efek supresif curcumin pada aktivasi mikroglia yang diinduksi lipopolisakarida (LPS) dan aktivitas mitogen activated protein kinase (MAPK). Curcumin telah menunjukkan efek positif terhadap fungsi otak melalui beberapa mekanisme seperti antioksidan, pengikat β amyloid, antiinflamasi, penghambat Tau, khelasi logam, aktivitas neurogenesis, dan promosi sinaptogenesis.70,71

Seperti disebutkan di atas, fitokimia dari obat-obatan herbal telah menjadi sumber utama untuk pengembangan obat di masa depan. Obat herbal ini mampu memperbaiki sirkulasi darah ke otak, menghambat efek radikal bebas, memiliki aktivitas antiinflamasi, penghambatan neurotoksisitas Aβ, glukoregulasi, interaksi dengan neurotransmitter lain (seperti asam γ-aminobutyric), dan perbaikan jalur pensinyalan melalui enzim kinase.72

Kesimpulan Penyakit Alzheimer adalah salah satu penyakit penyebab masalah kesehatan paling serius bagi kelompok berusia lanjut yang diakibatkan disfungsi saraf dengan gangguan kognitif. Secara patologis, AD ditandai oleh dua agregat protein, plak amyloid-β (Aβ) dan neurofibrillary tangles, yang disertai dengan peradangan jaringan saraf, termasuk mikrogliosis, peningkatan produksi cytokines, dan aktivasi jalur komplemen. Peradangan serebral atau perifer dapat menjadi tanda awal dari AD dan dapat memengaruhi jalur visual pada korteks, mengakibatkan berbagai perubahan dan masalah visual. Beberapa penelitian telah mengungkapkan temuan dalam jalur visual aferen anterior yaitu pregenikulatum yang bergantung pada pencitraan retina yang terdeteksi melalui metodologi elektrofisiologis. Terapi AD sampai sekarang adalah dengan menggunakan obat-obat penghambat acetylcholinesterase (donepezil, rivastigmine, atau galantamine) untuk meningkatkan kemampuan kognitif. Selain itu, memantine (antagonis reseptor NMDA) menjadi pilihan pengobatan tambahan untuk pasien AD. Fitokimia dari tanaman obat telah digunakan dalam berbagai sistem pengobatan. Sebagian besar obat herbal telah dievaluasi secara kimiawi dan khasiatnya juga telah dibuktikan dalam beberapa uji preklinik maupun klinik. Teknik pengembangan serta pembahasan mekanisme yang mendasarinya masih dalam perjalanan.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Scheltens NM, Galindo-Garre F, Pijnenburg YA, et al. The identification of cognitive subtypes in Alzheimer’s disease dementia using latent class analysis. J Neurol Neurosurg Psychiatry 2015;87(3):235–43.

  2. Graeber MB, Kosel S, Egensperger R, et al. Rediscovery of the case described by Alois Alzheimer in 1911: historical, histological and molecular genetic analysis. Neurogenetics 1997;1(1):73–80.

  3. Petersen RC, Smith GE, Kokmen E. Mild cognitive impairment. Clinical characterization and outcome. Arch Neurol 1999;46:303-8.

  4. Palmer K, Berger AK, Monastero R, Windblad B, Backman L, Fratilioni L. Predictors of progression from mild cognitive impairment to Alzheimer disease. Neurology 2007;68:1596-602.

  5. Wolf H, Grundwald M, Ecke GM, et al. The prognosis to mild cognitive impairment in the elderly. J Neural Transm Supp 1998;54:31-50.

  6. Lopez OL, Becker JT, Sweer RA. Non-cognitive symptoms in mild cognitive impairment subjects. Neurocase 2005;11:65- 71.

  7. Cumming JL. Behavioral and neuropsychiatric outcomes in Alzheimer’ disease. CNS Spectr 2005;10(Supp18):22-5.

  8. Alipour F, Mohammadzadeh E, Khallaghi B. Evaluation of apoptosis in rat hippocampal tissue in an experimental model of alzheimer’s disease. Neurosci J Shefaye Khatam 2014;22:13–20.

  9. Kaeser P-F, Ghika J, Borruat F-X. Visual signs and symptoms in patients with the visual variant of Alzheimer disease. BMC Ophthalmol 2015;15:65.

  10. Gao S, Hendrie HC, Hall KS, Hui S. The relationships between age, sex, and the incidence of dementia and Alzheimer disease: a meta-analysis. Arch Gen Psychiatry 1998;55:809-15.

  11. Prince M, Wimo A, Guerchet M, et al. World Alzheimer Report 2015—The global impact of dementia: An analysis of prevalence, incidence, cost and trends. London: Alzheimer’s Disease International, 2015.

  12. Brookmeyer R, Johnson D, Ziegler-Graham K, Arrigh HM. Forecasting the global burden of Alzheimer’s disease. Alz Dementia 2007;3:186-91.

  13. Klein BEK, Moss SE, Klein R, Lee KE, Cruickshanks KJ. Associations of visual function with physical outcomes and limitations 5 years later in an older population: The Beaver Dam eye study. Ophthalmology 2003;110:644–50.

  14. Jindal H, Bhatt B, Sk S, Singh Malik J. Alzheimer disease immunotherapeutics: then and now. Human vaccines immunotherapeutics 2014;10(9):2741–3.

  15. Tobinick E, Gross H, Weinberger A, Cohen H. TNF-alpha Modulation for Treatment of Alzheimer’s Disease: A 6-Month Pilot Study. Medscape Gen Medicine 2006;8(2):25.

  16. Tan ZS, Beiser AS, Vasan RS, et al. Inflammatory markers and the risk of Alzheimer disease: the Framingham Study. Neurology 2008;70:1222-3.

  17. McEwen BS. Effects of adverse experiences for brain structure and function. Biol Psychiatry 2000;48:721-31.

  18. Mullan M. Familial Alzheimer’s disease: second gene locus located. BMJ 1992;305:1108-9.

  19. Schellenberg GD, Boehnke M, Wijsman EM, et al. Genetic association and linkage analysis of the locus and familial Alzheimer’s disease. Ann Neurol 1992;31:223-7.

  20. Poirier J, Davignon J, Bouthillier D, Kogan S, Bertrand P, Gauthier S. Apolipoprotein E polymorphism and Alzheimer’s disease. Lancet 1993;342:697–9.

  21. Karen S, Tim W, Karoline K, Oliver S, Tim S, Zuzana W. Rate of Cognitive Decline in Alzheimer’s Disease Stratified by Age.

  22. J Alzheimer’s Dis 2019;69:1153-60.

  23. Popovic N, Brundin P. Therapeutic potential of controlled drug delivery systems in neurodegenerative diseases. Int J Pharm 2006;314:120–6.

  24. Gosche KM, Mortimer JA, Smith CD, Markesbery WR, Snowdon DA. Hippocampal volume as an index of Alzheimer

  25. neuropathology: findings from the Nun Study. Neurology 2002;58:1476–82.

  26. Vemuri P, Wiste HJ, Weigand SD, et al. MRI and CSF biomarkers in normal, MCI, and AD subjects: diagnostic discrimination and cognitive correlations. Neurology 2009;73:287–93.

  27. Hua X, Leow AD, Parikshak N, et al.Tensor-based morphometry as a neuroimagingbiomarker for Alzheimer’s disease: an MRI study of 676 AD, MCI, and normal subjects. Neuroimage 2008;43:458–69.

  28. Braak H, Braak E, Bohl J. Staging of Alzheimer-related cortical destruction. Eur Neurol 1993;33:403–8.

  29. Heinonen O, Soininen H, Sorvari H, Kosunen O, Paljärvi L, Koivisto E. Loss of synaptophysin-like immunoreactivity in the hippocampal formation is an early phenomenon in Alzheimer’s disease. Neuroscience 1995;64:375–84.

  30. Koffie RM, Meyer-Luehmann M, Hashimoto T. Oligomeric amyloid beta associates with postsynaptic densities and

  31. correlates with excitatory synapse loss near senile plaques. Proceed Nat Acad Sci 2009;106:4012-7.

  32. López-Hernández GY, Thinschmidt JS, Morain P, et al. Positive modulation of alpha7- nAChR responses in rat hippocampal interneurons to full agonists and the alpha-selective partial agents, 40H-GTS-21 and S 24795. Neuropharmacology 2009;56:821-30.

  33. Kook, SH. Seok Hong, M. Moon, and I. Mook-Jung. Disruption of blood-brain barrier in Alzheimer disease pathogenesis, Tissue Barriers 2014;1(2):e23993.

  34. Salminen A, Ojala J, Kauppinen A, Kaarniranta K, Suuronen T. Inflammation in Alzheimer’s disease: amyloid-beta oligomers trigger innate immunity defence via pattern recognition receptors. Prog Neurobiol 2009;87:181-94.

  35. Selkoe DJ. Alzheimer’s disease: A central role for amyloid. J Neuropathol Exp Neurol 1994;53:438–47.

  36. Hardy J, Selkoe DJ. The amyloid hypothesis of Alzheimer’s disease: progress and problems on the road to therapeutics. Science 2002;297:353–6.

  37. Abramov E, Dolev I, Fogel H, Ciccotosto GD, Ruff E and Slutsky I. Amyloid β as a positive endogenous regulator of

  38. release probability at hippocampal synapses, Nat Neurosci 2009;12:1567-76.

  39. Panza F, Solfrizzi V, Frisardi V, et al. Beyond the neurotransmitter-focused approach in treating Alzheimer’s disease: drugs targeting beta-amyloid and tau protein. Aging Clin Exp Res 2009;21:386-406.

  40. Querfurth HW, LaFerla FM. Alzheimer’s disease. N Engl J Med 2010;362:329-44.

  41. Graeber MB. Changing face of microglia. Science 2010;330:783-8.

  42. Fuhrmann M, Bittner T, Jung CK, et al. Microglial Cx3cr1 knockout prevents neuron loss in a mouse model of Alzheimer’s disease. Nat Neurosci 2010;13:411-3.

  43. Tahara K, Kim HD, Jin JJ, Maxwell JA, Li L, Fukuchi K. Role of toll-like receptor signalling in Abeta uptake and clearance. Brain 2006;129:3006-19.

  44. Walker, Douglas; Lue, Lih-Fen. Anti-inflammatory and Immune Therapy for Alzheimer’s Disease: Current Status and Future Directions: Current Neuropharmacology 2007;5: 232-43.

  45. Gilmore GC, Whitehouse PJ. Contrast sensitivity in Alzheimer’s disease: a 1-year longitudinal analysis. Optom Vis Sci 1995;72:83–91.

  46. Mendez MF, Cherrier MM, Meadows RS. Depth perception in Alzheimer’s disease. Percept Mot Skills 1996;83:987–95.

  47. Trick GL, Trick LR, Morris P, Wolf M. Visual field loss in senile dementia of the Alzheimer’s type. Neurology 1995;45:68-74.

  48. Rizzo JF 3rd1, Cronin-Golomb A, Growdon JH, et al. Retinocalcarine function in Alzheimer’s disease: a clinical and electrophysiological study. Arch Neurol 1992;49:93-101.

  49. Armstrong RA. Visual field defects in Alzheimer’s disease patients may reflect differential pathology in the primary visual

  50. cortex. Optom Vis Sci 1996;73:677–82.

  51. Victoria S Pelak and William Hills. Vision in Alzheimer’s Disease: A Focus on the Anterior Afferent Pathway. Neurodegener Dis Manag 2018;8:49-67.

  52. Goldstein LE, Muffat JA, Cherny RA. Cytosolic beta-amyloid deposition and supranuclear cataracts in lenses from people with Alzheimer’s disease. Lancet 2003;361:1258-65.

  53. Berisha F, Feke GT, Trempe CL, McMeel JW, Schepens CL. Retinal Abnormalities in Early Alzheimer’s Disease. Invest Ophthal Visual Science 2007;48:2285-9.

  54. Donnelly RJ, Friedhoff AJ, Beer B, Blume AJ, Vitek MP. Interleukin-1 stimulates the beta-amyloid precursor protein promoter. Cell Mol Neurobiol 1990;10:485-95.

  55. Kawas CH, Corrada MM, Brookmeyer R, et al. Visual memory predicts Alzheimer’s disease more than a decade before diagnosis. Neurology 2003;60:1089-93.

  56. Hinton DR, Sadun AA, Blanks JC, Miller CA. Optic-nerve degeneration in Alzheimer’s disease. N Engl J Med 1986;315:485– 7.

  57. Wostyn P, K Audenaert K, De Deyn PP. Alzheimer’s disease and glaucoma: Is there a causal relationship? Br J Ophthalmol 2009;93:1557-9 .

  58. Zhu X-C, Yu Y, Wang H-F, et al. Physiotherapy intervention in Alzheimer’s disease: systematic review and meta-analysis. J Alzheimers Dis 2015;44:163-74.

  59. Coley N, Gallini A, Andrieu S. Prevention studies in Alzheimer’s disease: progress towards the development of new therapeutics. CNS Drugs 2015;29:519-28.

  60. Zhang L, Liu JJ, Zhao Y, Liu Y, Lin JW. N-butylphthalide affects cognitive function of APP/PS1 transgenic mice (Alzheimer’s disease model). Zhongguo Zuzhi Gongcheng Yanjiu 2019;23:3025-30.

  61. Shahaji FA, Chavan Sadhana P. A Review on Alzheimer’s disease and its concepts in Ayurveda. Internat J Ayurveda and Pharma Res 2015;3:52-6.

  62. Zenaro E, Piacentino G, and Constantin G. The blood-brain barrier in Alzheimer’s disease. Neurobiol Dis 2017;107:41–56.

  63. Mishra S, Palanivelu K. The effect of curcumin (turmeric) on Alzheimer’s disease: An overview. Ann Indian Acad Neurol 2008;11:13-9.

  64. Roy A. Role of medicinal plants against Alzheimer’s disease. Int J Complement Alt Med. 2018;11:205-8.

  65. Kwoka BHB, Koha B, Ndubuisia MI, Elofssona M, Crewsa CM. The anti-inflammatory natural product parthenolide from themedicinal herb Feverfew directly binds to and inhibits IUB kinase. Chem Biol 2001;8:759-66.

  66. Phani Kumar G and Khanum F. Neuroprotective potential of phytochemicals Pharmacog Rev 2012;6:81–90.

  67. Chen Y X, Wu S, Yu X, et al. Neuroprotection of tanshinone IIA against cerebral ischemia/reperfusion injury through inhibition of macrophage migration inhibitory factor in rats. Plos One 2012;7:e40165.

  68. Li J, Fang-Yin F-X, Yuan Y. Pharmacokinetics of phenolic compounds of Danshen extract in rat blood and brain by microdialysis sampling. J Ethnopharmacol 2011;136:129-36.

  69. Wang R, Li YN, Wang GJ, Hao HE, Wu XL and Zhou F. Neuroprotective effects and brain transport of Ginsenoside Rg1. Chin J Nat Med 2009;7:315–20.

  70. Wu CF, LiBi X, YuYang J, et al. Differential effects of ginsenosides on NO and TNF-α production by LPS-activated N9 microglia. International Immunopharmacol 2007;7:313-20.

  71. Hook V, Toneff T, Bogyo M, et al. Inhibition of cathepsin B reduces β-amyloid production in regulated secretory vesicles of neuronal chromaffin cells: Evidence for cathepsin B as a candidate β-secretase of Alzheimer’s disease. Biol Chem 2005;386:931–40.

  72. Mueller-Steiner S, Zhou Y, Arai H, et al. Antiamyloidogenic and neuroprotective functions of cathepsin B: Implications for Alzheimer’s disease. Neuron 2006;51:703–14.

  73. Pocernich CB and Butterfield DA. Elevation of Glutathione as a Therapeutic Strategy in Alzheimer Disease. Biochim

  74. Biophys Acta 2012;1822(5):625–30.

  75. Liu X, Zhang Y, Yang X (2019) PM2.5 induced neurodegenerative-like changes in mice and the antagonistic effects of vitamin E. Toxicol Res 2019;8:172–9.

  76. Shi X, Zheng Z, Li J, et al. Curcumin inhibits Aβ-induced microglial inflammatory responses in vitro: Involvement of

  77. ERK1/2 and p38 signaling pathways Neurosci Lett 2015;594:105-10.

  78. Salehi B , Calina D, Docea AO, et al. Curcumin’s Nanomedicine Formulations for Therapeutic Application in Neurological Diseases. J Clin Med Actions 2020;9:430.


bottom of page